STRATEGI MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Kelas Tinggi
Dosen
Pengampu : IIS APRINAWATI, M.Pd
Disusun
Oleh :
Rizka
Nurhasanah 1586206029
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PAHLAWAN
TUANKU TAMBUSAI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini
yang berisikan tentang “Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara”
tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diembankan kepada kami dalam mata kuliah
pendidikan bahasa dan sastra indonesia kelas tinggi di STKIP Pahlawan Tuanku
Tambusai.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman
dalam proses pembelajaran.
Kami menyadari
bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang kami miliki cukup terbatas. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
dsen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Bangkinang, September
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.....................................................................
2
C.
Tujuan Penulisan.......................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hakikat Kemampuan Berbicara ............................................... 3
B.
Strategi Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Berbicara.. 5
C.
Proses berbicara........................................................................
20
D.
Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan berbicara....... 20
E.
Hubungan menyimak dengan berbicara.................................... 23
F. Mengaplikasikan berbagai strategi
meningkatkan
kemampuan berbicara siswa.....................................................
23
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................
25
B.
Saran..........................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti sekarang ini
komunikasi menjadi hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi yaitu
berbicara itu sendiri merupakan cara manusia untuk mengutarakan maksud dan
tujuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia tidak akan pernah lepas dari
komunikasi. Kemampuan dalam berbicara tentunya dapat ditingkatkan dengan cara
tertentu, sebagai calon guru perlu mengetahui cara untuk meningkatkan kemampuan
berbicara dalam proses belajar mengajar itu sendiri untuk menunjang proses
belajar mengajar di sekolah nanti.
Kemampuan
berbicara yang baik pula, dapat menunjang kehidupan yang lebih baik di kemudian
hari. Apabila selalu dilatih, keterampilan
berbicara tentu akan semakin baik. Sebaliknya, kalau malu, ragu, atau takut
salah dalam berlatih berbicara, niscaya kepandaian atau keterampilan berbicara
itu semakin jauh dari penguasaan. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menggunakan bahasa,
dalam hal ini ragam bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan tersebut
mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti atau memahaminya. Apabila isi
pesan itu dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan terjadi komunikasi
antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.
1
2
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu berbicara dan strategi?
2. Apa saja strategi dalam meningkatkan
kemampuan berbicara?
3. Bagaimana proses berbicara?
4. Aspek apa saja yang mempengaruhi
kemampuan berbicara?
5. Apa hubungannya menyimak dengan
berbicara?
6. Bagaimana cara Mengaplikasikan
berbagai strategi meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu berbicara
dan strategi.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah/strategi
meningkatkan kemampuan berbicara
3. Untuk mengetahui pentingnya memiliki
kemampuan berbicara yang baik.
4. Untuk mengetahui aspek berbicaara.
5. Untuk mengetahui hubungan antara
menyimak dengan berbicara.
6. Untuk mengetahui cara Mengaplikasikan
berbagai strategi meningkatkan kemampuan berbicara siswa
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Berbicara
Berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan, 1993 :
15). Pendapat yang sama disampaikan oleh Tarigan, dkk (1997 : 13). Mereka berpendapat
bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan
kepada orang lain. Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan
tidak akan berkembang kalau tidak dilatih secara terus menerus. Oleh karena
itu, kepandaian berbicara tidak akan dikuasai dengan baik tanpa dilatih.
Apabila selalu dilatih, keterampilan berbicara tentu akan semakin baik.
Sebaliknya, kalau malu, ragu, atau takut salah dalam berlatih berbicara,
niscaya kepandaian atau keterampilan berbicara itu semakin jauh dari
penguasaan.
Berbicara
pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan
pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari
komunikator
(pembicara)
kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan.
Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam
simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran
agar dapat dipindahkan kepada komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah
udara.Selanjutnya, simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh komunikan.
Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh komunikan, ia dapat mengerti
pesan yang disampaikan oleh komunikator
3
4
Proses komunikasi itu dapat digambarkan dalam bentuk
diagram berikut ini (Rofiuddin, 1997)
Channel/saluran
Simbol/lambang
Message/pesan
Komunikator/sender komunikan/receiver
Umpan
balik/feed back
Tahap
selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul
setelah komunikan memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan.
Dengan demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara
komunikator dengan komunikan. Berbicara
sebagai salah satu bentuk komunikasi akan mudah dipahami dengan cara
memperbandingkan diagram komunikasi dengan diagram peristiwa berbahasa.
Berbicara juga merupakan bentuk perilaku manusia
yang memanfaatkan faktor – faktor berikut ini :
1.
Fisik
Pada saat
berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk
menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan,
dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara.
5
2.
Psikologis
Stabilitas
emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadapkualitas suara yang dihasilkan
oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
3.
Neurologis
Berbicara juga tidak terlepas dari
faktor neurologis, yaitu jaringan saraf
yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh
lain yang ikut dalam aktivitas berbicara.
4.
Semantik
Demikian
pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna.
5.
Linguistik
Demikian
pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur
bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara.
Bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu
agar bermakna. Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan manusia sebagai makhluk
sosial sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner Zimmer (Depdikbud, 1984/85:8) memandang
kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial
untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktivitas individu
maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kehidupan
keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dilatihkan secara
rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar.
B.
Strategi Untuk Meningkatkan
Kemampuan Siswa Berbicara
Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
strategi bermakna rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi
6
kompetensi disebut juga dengan
strategi komunikasi atau communication strategies (Thornburry, 2006:
29).
Ada beberapa hal yang yang harus
diperhatikan dalam strategi komunikasi yaitu:
1) Menggunakan kata-kata yang
banyak/tidak langsung (tidak to the point).
2) Mengubah kata-kata baru agar lebih
dikenal (penyerapan kata asing), contoh: mesjid
3) Menggunakan kata-kata yang umum atau
sudah dikenal.
4) Menggunakan ekspresi atau alih kode,
contoh: menggunakan bahasa yang sopan kepada orang yang lebih tua.
5) Menggunakan gerak tubuh atau mimik untuk meyakinkan maksud
yang kita inginkan.
Strategi
berbicara menurut Modul untuk Profesional Persiapan Pengajaran Asisten dalam
Bahasa Asing (Grace Stovall Burkart, ed 1998.; Pusat Linguistik Terapan) adalah sebagai
berikut:
1)
Menggunakan minimal tanggapan
Bahasa
peserta didik yang kurang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
berpartisipasi dengan sukses dalam interaksi lisan sering mendengarkan dalam
keheningan sementara yang lain yang bicara. Salah satu cara untuk mendorong
peserta didik tersebut untuk mulai berpartisipasi adalah untuk membantu mereka
membangun suatu persediaan tanggapan minimal yang mereka dapat digunakan dalam
berbagai jenis pertukaran.. tanggapan tersebut dapat sangat berguna untuk
pemula. Tanggapan Minimal dapat diprediksi bahwa peserta percakapan digunakan
untuk menunjukkan pemahaman, perjanjian, keraguan, dan tanggapan lain untuk apa
yang dikatakan pembicara lain. Memiliki
stok tanggapan tersebut memungkinkan pelajar untuk
7
fokus pada apa peserta lain katakan,
tanpa harus secara simultan rencana tanggapan.
2)
Menggunakan bahasa untuk berbicara tentang bahasa
Bahasa peserta
didik sering terlalu malu atau malu untuk mengatakan sesuatu ketika mereka tidak mengerti pembicara
lain atau ketika mereka menyadari bahwa mitra percakapan tidak mengerti mereka.
Guru dapat membantu siswa mengatasi keengganan ini dengan meyakinkan mereka
bahwa kesalahpahaman dan kebutuhan untuk klarifikasi dapat terjadi pada
berbagai tipe interaksi, apapun bahasa peserta tingkat keterampilan. Guru juga
dapat memberikan strategi siswa dan frase yang digunakan untuk klarifikasi dan
cek pemahaman. Dengan mendorong siswa untuk menggunakan frase klarifikasi di
kelas saat terjadi kesalahpahaman, dan dengan menanggapi positif ketika mereka
melakukannya, guru dapat menciptakan lingkungan praktek otentik di dalam kelas
itu sendiri. Ketika mereka mengembangkan kontrol dari strategi berbagai
klarifikasi, siswa akan mendapatkan kepercayaan diri dalam kemampuan mereka
untuk mengelola berbagai situasi komunikasi yang mungkin mereka hadapi di luar
kelas. Setelah mengetahui langkah-langkah atau strategi dalam meningkatkan
kemampuan berbicara, maka kemampuan berbicara diharapkan dapat meningkat.
Kemampuan
berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya. Kemampuan
berbicara yang baik dapat menunjang segala aktifitas yang ada, contohnya:
a. Sebagai calon guru tentunya harus
memiliki kemampuan berbicara yang baik agar dalam menyampaikan materi kepada
siswa akan berjalan dengan baik.
b. Ketika dihadapkan pada suatu forum,
seminar dan diskusi dipastikan sang partisipan harus memiliki kemampuan
berbicara yang sangat baik. Karena di dalam forum tersebut tentunya sang
8
partisipan diajak untuk berargumen yang didukung dengan
kemampuan berbicara yang baik.
c. Pada situasi wawancara, kemampuan
berbicara yang baik tentu diperlukan untuk menunjang kemampuan menjawab pertanyaan
dalam wawancara.
Dari ketiga contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
kemampuan berbicara yang baik sangat penting dalam setiap situasi tertentu.
Strategi yang bisa dilakukan seorang
guru untuk mengembangkan keterampilan berbicara siswa adalah sebagai berikut:
1. Permainan
simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura
atau berbuat seolah-olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan
yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode mengajar dimaksudkan
sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang
bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain
peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan
yang sebenarnya. Permainan simulasi adalah model yang mengilustrasikan atau
menggambarkan baik sistem sosial maupun sistem fisik yang diabstraksi dari
realitas dan disederhanakan.
Berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, dilakukan abstraksi
(pemindahan) terhadap kondisi-kondisi yang mendukung terjadinya peristiwa
tersebut, ditambah dengan penyederhanaan-penyederhanaan, kemudian menyusun
ulang peristiwa tersebut sesuai dengan kondisi-kondisi yang telah
disederhanakan. Di samping itu, metode permainan simulasi cocok diterapkan pada
semua tingkatan siswa, dari siswa taman kanak-kanak, sampai siswa pada
tingkatan yang lebih tinggi. Sebagai contoh dari permainan
9
simulasi
yaitu saat siswa bermain peran dan berusaha menghayati perannya. Disinilah akan
adanya suatu keberanian untuk mengekpresikan dirinya dengan belajar untuk
berbicara dan memerankan orang lain.
2. Dongeng
Peristiwa
atau cerita yang terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun dari buku-buku
dongeng yang tersedia di perpustakaan belum dimanfaatkan dengan maksimal
sebagai sumber belajar yang dapat menunjang proses pembelajaran khususnya dalam
pembelajaran berbicara. Dongeng
adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang
empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. James
Danandjaja (1986: 86) berpendapat bahwa kata dongeng menurut pengertian yang
sempit adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan, sedangkan pengertian
dongeng dalam arti luas adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap
benar-benar terjadi. Dongeng
diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan kebenaran,
berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran. Jadi, dongeng adalah cerita prosa
rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu maupun
tempat, yang mempunyai keguanaan sebagai alat hiburan atau pelipur lara dan
sebagai alat pendidik (pelajaran moral).
Cara
meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan dongeng dapat didahului dengan
dipraktekkan terlebih dahulu oleh guru. Unsur keterampilan berbahasa yang
terdapat didalamnya adalah menyimak dan berbicara. Menyimak dengan siswa
mendengarkan cerita yang disampaikan dan menugaskan siswa untuk menceritakan kembali
dongeng yang telah didengarnya dengan bahasanya sendiri. Disini akan menggali
keberanian siswa
10
untuk tampil ke depan dan mendongeng untuk
temannya dengan cara dan gayanya sendiri. Jika seorang siswa berani tampil
dengan bagus, hal itu akan memotivasi siswa lain untuk mencoba berbicara
kedepan.
3.
Bermain peran
Bermain peran merupakan salah satu
bentuk aktivitas drama yang didalamnya terdapat aktivitas berbicara. Aktivitas
tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda, aksentuasi/tekanan yang jelas, kemudian
penggunaan bahasa yang baik, serta pengorganisasian ide yang terstruktur.
Artinya ketika bermain peran aspek tersebut secara otomatis akan dipergunakan.
Bermain peran merupakan teknik yang banyak dipakai oleh guru bahasa Indonesia
di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berbicara muridnya.
Selain menyenangkan juga menawarkan pelarian mental atau pengungkapan ekspresi
sebagai feedback dari keterampilan berbicara. Cara atau strategi yang
bisa diterapkan dengan bermain peran yaitu dengan mengajak siswa untuk
memerankan tokoh dalam sebuah cerita dengan karakter tertentu dan membimbing
siswa untuk mendalami karakter yang didapatkannya.
4.
Menggunakan strategi Modelling The Way
Pelaksanaan
pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara
bahasa Indonesia perlu menerapkan
strategi Modeling The Way (membuat contoh praktik). Strategi
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan keterampilan
berbicara bahasa Indonesia melalui
demonstrasi, dari hasil demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa dibagi dalam beberapa kelompok
kecil,
11
identifikasi beberapa
situasi umum yang biasa siswa lakukan di ruang kelas dan luar kelas dalam
berbicara bahasaIndonesia yang baik dan
benar, kemudian siswa mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara
bahasa Indonesia. Modeling The
Way memberi waktu siswa untuk menciptakan skenario sendiri dan menentukan bagaimana mengilustrasikan
keterampilan berbicara sesuai kelompoknya. Kemudian siswa diberi kesempatan
untuk memberikan feedback pada setiap demonstrasi yang
dilakukan.
5. Cerita
berantai
Menurut Tarigan (1990), “Penerapan
teknik cerita berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa
dalam berbicara. Jika siswa telah menunjukkan keberanian, diharapkan kemampuan
berbicaranya menjadi meningkat.” Teknik cerita berantai bisa dimulai dari
seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi
membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima
bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada
akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi
yang benar atau salah. Siswa yang salah menerima informasi tentu akan salah
pula menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi
informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru
menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang
cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita berantai ini.
Tarigan (1990) berpendapat bahwa
teknik cerita berantai adalah salah satu teknik dalam pengajaran berbicara yang
menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama
menceritakan kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut
diceritakan kembali lagi kepada siswa
12
yang pertama. Menurut Tarigan (1990), cerita berantai
dapat diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam
sehelai kertas.
b) Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa.
c) Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa
melihat teks kepada siswa kedua.
d) Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa
ketiga.
e) Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada
siswa pertama.
f)
Sewaktu
siswa ketiga bercerita suaranya direkam.
g) Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan
tulis.
h) Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita.
Pembentukan kelompok dalam menerapkan
teknik cerita berantai dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk
berbicara dan sekaligus menyimak bahan pembicaraan. Pada waktu siswa
menyimak pesan, tampak siswa saling mengingatkan dengan sesama anggota
kelompok. Ini dilakukan agar siswa tidak keliru menyampaikan isi bahan
simakan. Fenomena ini membuat siswa harus dapat menyimak dengan teliti, sebab
siswa takut sekali akan membuat kesalahan dalam menyampaikan isi bahan simakan
pada saat ia disuruh untuk berbicara. Kegiatan yang dilakukan guru ini
merupakan upaya guru untuk menarik perhatian, minat, dan motivasi siswa
sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan ketelitian siswa pada
waktu akan menyampaikan isi bahan simakan di depan kelas. Cara ini akan
menunjukkan kemampuan berpikir, menyimak serta berbicara siswa.
6. Media gambar dalam bercerita
13
Guru
mengembangkan media pembelajaran melalui penggunaan media gambar cerita dengan
maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan
imajinasinya yang akhirnya siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita,
mengungkapkan hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut, sehingga bermakna. Penggunaan gambar cerita merupakan alat bantu
(media) agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan terjadi bina suasana
kelas.
Dengan
media ini diharapkan anak terangsang untuk menggunakan daya indera
pendengarannya secara maksimal untuk menyimak cerita guru. Setelah anak
menyimak cerita guru, daya imajinasi anak akan muncul selaras dengan alur dan
tokoh cerita guru, dan akhirnya anak diharap mempunyai kemampuan menceritakan
kembali apa yang telah diceritakan oleh gurunya dan juga dapat mengadopsi
perilaku positif dari tokoh cerita. Kemampuan anak untuk menceritakan kembali
isi cerita merupakan modal dasar anak dalam melatih aspek keterampilan
berbicara. Siswa kurang berminat terhadap
pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan berbicara, karena tidak
dipergunakannya alat peraga atau gambar yang membuat siswa tertarik untuk
mempelajarinya. Siswa juga kurang menguasai keterampilan berbicara dalarn
Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7. Menyajikan Informasi
Salah satu
bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak kelas 3-6 SD
ialah menyampaikan laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar anak-anak
menggunakan cara-cara yang efektif dalam menyajikan laporan secara lisan,
masalah mereka menceritakan hal-hal yang mereka inginkan dan tidak mereka
inginkan dari seorang pembicara. Bentuk kegiatan lain yang
14
untuk melatih penyajian informasi
ialah dengan berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak-anak
mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara dengan orang lain, belajar
menyusun, dan menyajikan suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik
untuk berbicara di hadapan sejumlah pendengar. Empat langkah dalam menyiapkan dan
menyajikan pidato yang seharusnya dikerjakan oleh anak-anak yang belajar
berpidato adalah sebagai berikut (Ross and Roe, 1990: 135136).
a)
Merencanakan pidato
Tentukan
tujuan berpidato, untuk menginformasikan, menghibur, atau mendorong suatu
tindakan. Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit dan dapat
diceritakan secara ringkas.
b) Menyusun pidato
Membuat kerangka pidato, menentukan
urutan untuk menyajikan hal-hal yang penting, buatlah awal dan akhir pidato
yang mengesankan, dan rencanakan penggunaan media visual apabila meyakinkan.
c)
Mempraktikan
Praktikan berpidato di depan teman-teman sekelompok atau di
depan kelas sebagai latihan. Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya.
Apabila tidak memungkinkan penyampaian pidato dapat dalam bentuk simulasi
dikelas. Anak-anak lain yang menjadi pendengar diamati berperan sebagai
pendengar yang sebenarnya, sesuai dengan tujuan pidato tersebut.
8. Berpartisipasi Dalam Diskusi
Diskusi
memberikan kesempatan kepada murid untuk berinteraksi dengan murid-murid
laindan guru, mengekspresikan pikiran secara lengkap, mengajukan berbagai
pendapat, dan
15
mempertimbangkan perubahan pendapat
apabila berhadapan dengan bukti-bukti yang meyakinkan atau tangapan yang masuk
akal yang dikemukakan oleh peserta diskusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diskusi
merupakan strategi yang membuat murid-murid lebih bergairah dalam proses
pembelajaran (Alverman, dkk, lewar ross and Roe, 1990: 138). Diskusi kelompok, merupakan teknik
yang paling sering digunakan sebagai teknik pengembangan bahasa lisan yang menuntut
kemampuan murid untuk membuat generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat
mengenai suatu topik atau permasalahan.
Berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman mereka, murid murid mengungkapkan gagasan dan berbagi informasi dengan
mendeskripsikan keputusan, dan mengajukan pemecahan masalah. Selama
berpartisipasi dalam diskusi, murid-murid kurang bergantung pada jawaban benar
dari guru, tetapi mencermati gagasan mereka sendiri dan gagasan teman-teman
mereka. Diskusi untuk memecahkan masalah akan berhasil dengan baik apabila guru
dan murid-murid bersama-sama merumuskan masalah-masalah yang akan di
diskusikan. Guru
dapat mengontrol pelaksanaan diskusi dengan memfokuskan perhatian pada
ketertarikan murid pada topic yang didiskusikan. Apabila pelaksanaan diskusi
menyimpang dari topic, guru dapat mengarahkan engan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topic diskusi.
9. Menghibur (menyajikan pertanyaan)
Kadang-kadang
murid-murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman atau teman sekelas, teman-teman
dari kelas lain, orang tua dan angota masyarakat di sekitar gedung sekolah. Siswa
dapat menyatakan keingintahuannya dengan bertanya. Tingkat atau ragam
16
pertanyaan yang
sistematis siswa dapat menemukan apa yang diinginkannya.
10. Sandiwara boneka
Pertunjukan
sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berbagai gagasan
dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan boneka. Di dalam kelas
anak-anak dapat menggunakan boneka dengan dua cara. Mereka menemukan (mencari)
cerita yang sesuai dengan boneka-boneka yang sudah sesuai tersedia, atau
mereka dapat membuat beberapa boneka kemudian mengarang cerita yang sesuai.
Cerita yang baik untuk sandiwara boneka adalah yang dialognya terasa hidup dan
sederhana, yang alur ceritanya bergerak cepat (tidak berputar-putar). Agar
dapat memainnkan sandiwara boneka dengan baik, anak-anak perlu berlatih
mengucapkan dialog atau monolong dan menggerakkan tangan. Anak-anak harus berbicara
seolah-olah menjadi pelaku yang sebenarnya. Misalnya dalam cerita kancil dan
gajah, kancil berbicara dengan suara tinggi dan cepat, sedangkan gajah dengan
suara rendah dan mantap. Ucapan anak-anak harus benar dan jelas agar dapat
ditangkap dengan baik oleh pendengar. Boneka dapat dibeli atau dibuat sendiri oleh anak-anak.
Tentu saja guru perlu memberikan bimbingan dan menyediakan bahan yang
diperlukan, atau meminta anak-anak memebawa sebagian bahan tersebut seperti
jarum, benang, kertas, pensil, lem, pita atau kain perca.
11. Bercerita atau membaca
puisi secara Kor
Melalui
kegiatan bercerita atau membaca puisi secara kor, anak-anak dapat
mengekspresikan karya sastra. Mereka dapat merasakan keindahan karya sastra
lewat ritme, rima, aliterasi, dan
17
suasana batin yang diungkapkan.
Beberapa cerita rakyat dapat digunakan untuk kegiatan ini, tetapi yang paling
mudah digunakan untuk kegiatan ini adalah puisi. Cerita
atau puisi yang digunakan harus menarik bagi anak-anak, yang mudah
dipahami secara lisan, dan yang mudah dihafalkan. Mereka perlu mendengarkan
cerita atau puisi yang akan dibaca secara kor itu berulang-ulang agar dapat
menafsirkan isinya. Mereka harus dapat menangkap perasaan batin yang terkandung
didalam cerita atau puisi tersebut, mungkin bersifat humor, menyedihkan,
misterius dan mereka mengetahui perhentian serta mengetahui kata-kata yang
harus diberi tekanan. Tujuan utama bercerita dan membaca puisi secara kor
adalah untuk memperoleh kesenangan. Oleh karena itu guru hendaknya tidak
mengharapkan penampilan yang benar-benar bagus, tetapi ia harus menolong
murid-murid belajar menafsirkan karya satra secara lisan untuk memproleh
kesenangan. Norton (lewat Ross dan Roe, 1990:
143) menyajikan lima bentuk bercerita atu membaca puisi secara lisan seperti
tertera di bawah ini. Refren. Guru atau murid yang mampu melakukan dengan baik
menyajikan bagian utama ceritya atu puisi, kemudian anak-anak yang lain
menirukan bersama-sama. Contoh: Satu baris per
anak atau satu baris perkelompok. Seorang anak atau suatu kelompok mulai
membacakan baris pertama, anak atau kelompok yang lain membacakan baris
berikutnya. Demikian seterusnya sampai cerita atau puisi terbaca selurhnya. Contoh: Antifonal
atau dialog. Setiap bagian dibaca oleh kelompok yang berbeda, seperti anak-anak
laki-laki dan perempuan, suara tinggi dan suara rendah, atau anak-anak yang
duduk di sebelah kanan dan yang duduk di sebelah kiri.
Komulatif. Kelompok I membacakan bagian awal cerita atau bait pertama
puisi , kemudian kelompok II bergabung pada bagian tengah cerita atau bait
kedua puisi. Demikian seterusnya sampai semua kelompok berpartisipasi.
18
Contoh : serentak. Semua anak di
kelas membacakan cerita atau puisi bersama-sama.
12. Bermain Drama
Bentuk lain apresiasi sastra secara
lisan ialah membacakan naskah drama atau bermain drama. Diantara anak-anak yang
berperan sebagai narrator, yakni yang membacakan diskripsi cerita. Anak-anak
yang lain memerankan semua pelaku cerita yang ditentukan. Dalam memilih naskah
drama yang memiliki perwatakan yang kuat dan menggunakan gaya penyajian yang
lembut. Anak-anak harus dapat memahami karakter pelaku yang akan
dierankannya sehingga dapat memerankannya dengan baik. Dalam membacakan atau
memerankan drama, setiap anak harus dapat membayakan latar dan tindakan pelaku
dan dapat menggunakan suara sesuai dengan pemahamannya terhadap perasaan dan
pikiran pelaku tersebut. Dengan kegiatan ini para murid dapat menunjukkan
sebag dalam menerjemahkan tulisan kedalam bahasa lisan yang ekspresif sebagai
ungkapan perasaan dan pikiran. Disamping yng telah diutarakan di atas, pengemb
ngn kemampuan bhasa lisan juga dapat berbentuk curah pendapat, dan percakapan.
Curah pendapat digunakan untuk merangsang kemampuan berfikir dan berekspresi
secara lisan. Guru perlu menyampaikan aturan-aturan sederhana dalam melakukan
curah pendapat, sebagi berikut:
a) Berpikir untuk mengungkapkan gagasan
sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topic.
b) Dengarkan yang dikatakan teman-temanmu, kemudian kembangkan
gagasan mereka.
c) Pikirkanlah gagasan-gagasan yang asli dan belum dikemukakan
orang lain.
19
d) Kemudian satu gagasan setiap kali
berbicara.
e) Jangan mengkritik gagasan seseorang.
13. Wawancara
Wawancara
dapat digunakan oleh murid untuk memproleh informasi yang berhubungan dengan
suatu tugas tertentu. Melakukan wawancara membutuhkan keterampilan berbicara
dan menyimak. Hal ini dapat dilakukan dengan baik apabila murid-murid mengikuti
langkah-langkah sesui dengan rencana. Langkah pertama adalah tujuan mewawancarai
seseorang, seperti memperoleh informasi untuk majalah dinding, mengumpulkan
bahan mengenai cara hidup pada zaman dulu, atau untuk mempelajari tanggung
jawab dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbedaagar dapat memilih pekerjaan.
Langkah berikutnya ialah menyusun daftar pertanyaan terbuka (yang tidak dapat
dijawab dengan ya atau tidak saja), kemudian membuat perjanjian dengan orang
yang akan diwawancarai mengenai waktu yang tepat untuk pelaksanaan wawancara.
Sebelum melakukan wawancara, anak-anak daptberlatih dengan mewawancarai
temannya.
14. Bercakap-cakap
Bercakap-cakap
adalah berbicara secara alami antara dua atau lebih pembicara. Bercakap-cakap
merupakan bentuk ekspresi lisan yang paling alami dan bersifat tidak resmi,
tetapi anak-anak kurang mendapat kesempatan untuk melakukan percakapan
khususnya percakapan dalam bahasa Indonesia bagi anak-anak yang berbahasa ibu
bahasa daerah, selama berada di sekolah. Oleh sebab itu, sebaiknya tersedia
tempat bercakap-cakap dengan tempat duduk yang nyaman (anak-anak duduk di
karpet atau tikar). Anak-anak bercakap-cakap dalam kelompok-kelompok kecil
selama waktu
20
tertentu. Untuk melatih siswa mau
dan mampu berbicara, guru bersama siswa dapat merencanakan materi
percakapan. kegiatan ini dapat dilakukan di luar waktu belajar.
15. Laporan Lisan
Siswa
dilatih menyusun laporan sederhana yang menyangkut yang menyangkut topic
atau tema mata pelajaran. Laporan dapat beruberupa isi buku, hasil
percobaan, hasil pengamatan, ataupun isi cerita.
C.
Proses Berbicara
Dalam
proses belajar berbahasa disekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara
vertikal tidak hanya horizontal. Maksudnya, mereka sudah dapat mengungkapkan
pesan secara lengkap meskipun belum lengkap secara strukturnya menjadi benar,
pilihan katanya semakain tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervarias, dan
sebagainya. Dengan kata lain, perkembangan tersebut tidak secara horizontal
mulai dari fonem, kata, frase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran
linguistik. Bentuk aktivitas yang dapat
dilakukan di dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan siswa
antara lain: memberikan pendapat atau tanggapan
pribadi, bercerita, menggambarkan orang atau barang, menggambarkan posisi,
menggambarkan proses, memberikan penjelasan, menyampaikan atau mendukung
argumentasi.
D.
Aspek yang mempengaruhi kemampuan
berbicara
Dalam
rangka pembinaan keterampilan berbicara, hal yang perlu mendapat perhatian guru
dalam keefektifan berbicara menurut Arsyad ada dua aspek, yakni aspek kebahasaan dan apek non-kebasaan:
21
Aspek kebahasaan mencakup : (a)
lafal, (b) intonasi, tekanan, dan ritme, dan (c) penggunaan kata dan kalimat.
Aspek non-kebahasaan yang mencakup :
(a) kenyaringan suara, (b) kelancaran, (c) sikap berbicara, (d) gerak dan
mimik, (e) penalaran, (f) santun berbicara.
Jalongo
(1992) menyatakan pendapatnya bahwa dalam praktek berbahsa baik dalam bentuk
reseptif maupun produktif/ekspresif komponen kebahasaan akan selalu muncul.
Komponen kebahasaan tersebut adalah : (a) fonologi, (b) sintaksis, (c)
semantik, dan (d) pragmatik.
Berkaitan
dengan kemampuan fonologis anak di tuntut untuk menguasai sistem bunyi. Tingkah
laku yang tampak pada anak adalah pemahaman serta pemproduksian bunyi - bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan, atau
ciri-ciri prosodi yang lain. Komponen
sintaksis menurut penguasaan gramatikal. Tingkah laku sintatik pada diri anak
adalah pengenalan struktur ucapan, serta pemproduksian kecepatan struktur
ujaran. Komponen semantik berkaitan dengan
penguasaan sistem makna. Tingkah laku semantik pada diri anak adalah pemahaman
akan makna, sedangkan produksinyaa berupa ujaran yang bermakna. Sedangkan
komponen pragmatik menurut anak akan sistem interaksi sosial makna.
Tingkah
laku pragmatik yang tampak pada diri anak
adalah pemahaman terhadap implikasi sosial dari suatu ujaran.
Produksinya berupaa ujaran-ujaran yang sesuai denagn situasi sosial, situasi
sosial itu berhubungan dengan : (a) siapa yang berbicara, (b) dengan siapa
berbicara, (c) apa yang dibicarakan, (d) bagaimana membicarakan, (e) kapan dan
dimana dibicarakan, (f) menggunakan media apa dalam membicarakan (Hymes,1971). Dari aspek kebahasaan dan
non-kebahasaan yang telah disebutkan diatas, guru dapat mengefektifkan penggunaaan serta mengontrol kesalahan yang
terjadi pada siswa. Sehingga
siswa dalam
23
melaksanakan tindakan berbicara
dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
E.
Hubungan menyimak dengan berbicara
Menyimak
dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, merupakan
komunikasi tatap muka (Brooks, 1964:134). Keterkaitan antara berbicara dan menyimak tersebut dapat terlihat pada hal-hal berikut :
a) Ujaran (speech) biasanya dipelajari
dari menyimak dan meniru (imitasi) oleh karena itu, model atau contoh yang di
simak atau di rekam oleh sang anak penting dalam penguasaan serta kecakapan
berbicara.
b) Kata-kata yang akan dipakai dan dipelajari
oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang ditemuinya.
c) Ujaran sang anak mencermikan
pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, hal ini
terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan
pola-pola kalimat.
d) Anak yang masih kecil lebih dapat
memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit dari pada kalimat
yang diucapkannya.
Dengan
demikian, meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan
kualitas berbicara seseorang.
F.
Mengaplikasikan berbagai strategi
meningkatkan kemampuan berbicara siswa di kelas bahasa
Sejak
memasuki dunia sekolah, anak dihadapkan pada dua rentangan yaitu, rentangan
kemampuan berbahasa dan rentangan sikap berbahasa. Pada salah
satu ujung rentangan ia ingin mengungkapkan pikirannya dan pada ujung rentangan
lain ia takut untuk berbicara. Maka dalam hal ini guru mempunyai tanggung jawab
untuk memperkuat
24
kepercayaan
berbicara anak-anak, karena kepercayaan dalam berbicara itu sangat dibutuhkan
dalam keterampilan berbahasa lisan.
Penanaman sikap percaya untuk berbicara itu berkembang
sangat lmban, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama serta ketelatenan guru
dalam membimbing siswa. Guru perlu menciptakan suasana yang memungkinkan siswa
untuk praktik menggunakan bahasa lisan. Guru harus dapat mendorong siswa untuk
mendeskripsikan, mengklasifikasikan, menginformasikan, merencanakan, dan
membandingkan berbagai hal secara lisan.
Ellis (1989) menyatakan pendapatnya bahwa respon guru
pada bahasa yang digunakan anak akan memberikan nilai bahwa guru menempatkan
belajar dan bahasa bersama-sama. Cara yang digunakan guru dapat membangun
kepercayaan diri siswa untuk berbicara antara lain guru harus dapat memilih
waktu yang tepat untuk mendiskusikan penggunaan bahasa yang tepat atau gaya
penyajian yang benar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa
dalam berbicara itu sendiri merupakan suatu cara manusia berkomunikasi, dimana
menjadi hal yang penting yang harus dimiliki oleh manusia umumnya. Berbicara adalah suatu cara manusia
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaaan. Dalam meningkatkan kemampuan
berbicara, diperlukan adanya strategi-strategi yang mendukung. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, strategi bermakna rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus. Meningkatkan kemampuan berbicara
sangatlah penting dalam menunjang setiap aktifitas yang ada. Kemampuan
berbicara yang baik tentu akan mendukung kesempurnaan aktivitas tertentu.
Guru dapat
membantu siswa mengatasi keengganan ini dengan meyakinkan mereka bahwa
kesalahpahaman dan kebutuhan untuk klarifikasi dapat terjadi pada berbagai tipe
interaksi, apapun bahasa peserta tingkat keterampilan. Guru juga dapat
memberikan strategi siswa dan frase yang digunakan untuk klarifikasi dan cek
pemahaman.
25
26
B.
Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini
akan dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita mengenai Tujuan, Batas
dan kemungkinan pendidikan. Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa
kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu pasti ada beberapa
kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. Kamus Besar bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2001
Sahara, Siti , dkk.Keterampilan
Berbahasa Indonesia. Jakarta : FITK PRESS, 2008
http://www.nclrc.org/essentials/speaking/stratspeak.htm
Rofi’uddin, Ahmad dan Darmiyati,
Zuhdi. (1999). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi.
Tarigan, Henry Guntur. (1983).
Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Haryadi, dan Zamzani (1997).
Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia.
Terimakasih atas infonya khaikahasanah..
BalasHapus