style="position: fixed; bottom: 0px; left: 10px;width:130px;height:160px;">animasi bergerak gif
My Widget

Senin, 10 Oktober 2016

MAKALAH TUJUAN, BATAS DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN



TUJUAN, BATAS, DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pedagogika

Dosen Pengampu : IIS APRINAWATI, M.Pd

 

Disusun Oleh :
RIZKA NURHASANAH             1586206029


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
2016







KATA PENGANTAR


Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Kemudian shalawat besertakan salam kita sampaikan buat junjungan alam kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti apa yang telah kita rasakan pada saat sekarang ini, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang bertemakan “Tujuan, batas dan kemungkinan pendidikan”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan  di STKIP Tuanku Tambusai.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak dengan harapan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kapada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Bangkinang, September  2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................... 1
B.    Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.    Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tujuan Pendidikan..................................................................... 4
B.    Batas-batas Pendidikan............................................................. 8
C.    Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan................................ 13
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................ 20
B.    Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
                                                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seseorang disekolahkan oleh orang tuanya tentu agar menjadi seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Itu adalah tujuan diadakannya pendidikan di negara indonesia, yaitu Taqwa, Cerdas dan Terampil.
Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan. Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan, kecerdasandanketerampilannya. Akan tetapi faktanya sekarang antara orang yang bersekolah dengan orang yang tidak bersekolah memiliki akhlak yang sama, dengan demikian bisa dikatakan proses pendidikan di sekeloh-sekolah sekarang gagal. karena tidak bisa memberi pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik. Hal tersebut timbul dikarenakan tujuan pendidikan itu sendiri yang simpang siur, tidak sedikit sekolah-sekolahan yang tidak mengerti akan tujuan dari pendidikan. Maka dari itu penyusun berusaha untuk mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang sebenarnya dalam bentuk makalah yang diberi judul "TUJUAN DAN BATAS-BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN".






1
2

B. Rumusan Masalah
1.       Apa saja tujuan dari pendidikan?
2.       Bagaimana batas-batas pendidikan?
3.       Bagaimana keharusan dan kemungkinan pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1.       Untuk Mengetahui Tujuan Pendidikan
2.       Untuk Mengetahui Batas-batas pendidikan
3.       Untuk mengetahui keharusan dan kemungkinan pendidikan


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan tetapi kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri.
Adapun pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis. Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan keadaan tidak berdaya karena ia membutuhkan

3
4
bantuan orang lain belum bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. (Saduloh,
2010;72) tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak bisa langsung melakukan semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia tidak langsung dewasa dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan sehingga manusia itu perlu dibimbing. Manusia juga tidak akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menanggung segala konsekuensi dan perbuatannya tanpa mengalami proses pendidikan yang terbentuk dari suatu kebiasaan.

B.    Tujuan Pendidikan
Manusia adalah makhluk yang terus berkembang, baik secara jasmani maupun rohani. Perkembangan ini bukan sekedar proses alamiah, namun membutuhkan bimbingan dalam bentuk sebuah pendidikan.
Menurut Langeveld pendidikan merupakan proses pendewasaan seseorang, baik pada jasmani maupun rohani (mental, moral, sosial, dan emosional). Hal ini berarti bahwa pendidikan harus ada dalam setiap proses kehidupan. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam bentuk peningkatan dan pengembangan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.
Tujuan merupakan faktor utama yang hendak ditinjau. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti


5
luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
Berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:
1)     Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.

2)     Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan.Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a.    Cita-cita pembangunan suatu masyarakat/bangsa.
b.   Tugas suatu badan atau lembaga pendidikan.

6
                                                                                                    
c.    Bakat dan kemampuan anak didik.
d.   Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik.
e.    Tingkat pendidikan, dan sebagainya.
(Umar Tirtaraharja, dkk,2005:38-39)

3)     Tujuan Insidental/sewaktu
Tujuan ini disebut tujuan seketika/insidental karena tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Tujuan seketika ini meskipun hanya sesaat, namun ikut andil dalam pencapaian tujuan selanjutnya. Melalui tujuan-tujuan insidental seperti ini, akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung yang erat hubungannya dengan kehidupan dimasa yang akan datang.

4)     Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.

5)     Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, seperti misalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral, sosial, keagamaan, estetika, dan sebagainya.
7
6)     Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.

Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara harmonis.
Hierarki tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
a)     Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945)
b)     Tujuan Pendidikan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
c)     Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
d)     Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajaran atau kuliah)
e)     Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.


8

Manfaat tujuan dalam pendidikan adalah:
a)     Sebagai Arah Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi berikutnya.
b)     Tujuan sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c)     Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha.
d)     Memberi nilai pada usaha yang dilakukan

C.    Batas-Batas Pendidikan
Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidak mampuan atau ketidak berdayaan pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:

1)   Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk mencapai kedewasaanya.Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru. Keduanya memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian kedewasaan anak. Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk
9
bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada di sekolah, orang tua memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk itulah guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan pendidikan bagi anak, di sekolah.

2)     Aspek pribadi anak didik
Anak didik adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah pendidikan.Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan.Anak didik harus diakui keberadaannya.Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti keinginan kita.  Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

3)     Alat pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena merupakan bagian dari keimanan, maka


10
memberikan nasehat merupakan alat pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan.

Alat pendidikan menurut langeveld dipilih atas empat aspek :
a.    Berhubung dengan tujuan pendidikan
b.   Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut
c.    Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat itu ditunjukkan, berhubungan dengan jenis bahan objek, yang hendak diolah untuk mencapai tujuan.
d.    Berhubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.

Selanjutnya langeveld (1980) pengelompokan lima jenis alat pendidikan yaitu :
a.    Perlindungan
Perlindungan merupakan aspek pertama dalam melakukan pendidikan. Sebagai pendidik tentu saja kita harusa mampu memberikan perlindungan pada anak didik kita, karna tanpa semua itu anak tidak akan mau diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan tersebut tidak hanya bersaifat fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena anak itu paling tidak bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus memberikan perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
b.       Kesepahaman
Kesepahaman ini terjadi saat guru menjadi contoh untuk anak didiknya dengan memperhatikan secara tidak langsung, anak akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi tetap saja kesepahaman ini bisa terjadi jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama gurunya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil membawa anak untuk mengikuti apa yang gurunya lakukan,
11
tentu saja peniruan untuk melakukan kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
c.        Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan ini ialah berupa tanggung jawab. Misalnya saat sedang bermain seorang guru hendaknya memberikan kepercayaan pada anak didiknya agar anak didiknya mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan semua tugasnya.
d.       Perasaan bersatu
Perasaan bersatu ini akan timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang terus menerus. Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak didik yang selalu bersama-sama setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran itu akan membentuk kenyamanan pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu muncul pada diri keduanya.
e.       Pendidikan karena kepentingan diri sendiri
Pedidikan karena kepentingan diri sendiri, berarti pad saat itu si  anak sudah menyadari bahwa dirinya mempunyai kesadaran bahwa dirinya sudah mampu membentuk karakternya sendiri. Tugas seorang pendidik disini ialah memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak didik untuk melaksanakan tugas sesuai keinginan hatinya.

4)     Waktu pelaksanaan
Pada saat anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau disebut juga dengan pendidikan pendahuluan.Perbedaan pendidikan pendahuluan
12
dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.

5)     Aspek tujuan
Tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan.Tujuan pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro.Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa.Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya. Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial.

6)     Aspek lingkungan
Lingkungan tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam:
a)     Lingkungan alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.
b)     Lingkungan budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.
c)     Lingkungan sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain, termasuk didalamnya tentang sikap, perilaku, norma antar setiap individu.

13
d)     Lingkungan spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat yang ada disekitar kehidupan dia.

Manakala faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering terjadi kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak yang tidak mendukung untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau psikis anak yang labil, atau back ground anak dari keluarga yang tidak mampu, broken home, berasal dari masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan, atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan berada jauh dibawah ukuran standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya), maka semuanya itu menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.

D.    Keharusan dan kemungkinan pendidikan
Kemungkinan dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik, umpamanya :
a)     Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
b)     Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan
14
kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
c)     Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
d)     Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
e)     Psikologi-Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
f)      AgamaIslam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang
15
berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangnya kematian,  sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati,  jiwanya pun ikut hancur”  karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filosof Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.

E.    Aliran-aliran dalam pendidikan
Aliran-aliran yang biasa digunakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai pendekatan dalam menilai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan manusia adalah:

1)     Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman. Aliran ini berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat keturunan/pembawaaan manusia. Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pand disebut angan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan “Pesimesme pedagogis”. Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya. Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang perkembangannya bisa direalisasikan atau sering disebut dengan bakat. Pengaruh faktor keturunan terhadap
16
pembentukan manusia sampai saat ini masih menjadi polemik. Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka mengakui tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan) manusia dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat mempengaruhi sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial. Aliran Nativisme ini beranggapan bahwa tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi perubahan manusia karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.

2)     Aliran Naturalisme
Aliran ini hampir sama dengan aliran nativisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menjadi jelek juga. J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada saat dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya. 

3)     Aliran Empirisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia, maka dalam emperisme
17
yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya. Lingkungan menurut Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia atau benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia berinteraksi dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”. Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya. Nabi Muhammad SAW : bersabda : “Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari). Sukar untuk tidak menyakini bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang
18
sangat besar terhadap proses pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan perilaku dan moral manusia. Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak teratur, kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang peduli dengan perkembangan anaknya. Bagi aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang bermoral tidak baik.


4)     Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938). Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai.
19

Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan yaitu: pendidik, aspek pribadi anak didik, alat pendidikan, waktu pelaksanaan, aspek tujuan dan aspek lingkungan.
Kemungkinan dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik



20
21
B.    Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini akan dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita mengenai Tujuan, Batas dan kemungkinan pendidikan. Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu pasti ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. 
















DAFRTAR PUSTAKA
Jasiah, M.Pd, Pengantar Ilmu Pendidikan, hal. 38

Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd., dkk., Pedagogik (Ilmu Mendidik), hal. 95

http://hananunayhafifah. blogspot. com/2012/03/tujuan-batasan-dan-kemungkinan pendidikan. Html

Sadulloh, Uyoh,. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Cet. Pertama

Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, hal. 20







0 komentar:

Posting Komentar