TUJUAN, BATAS,
DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pedagogika
Dosen
Pengampu : IIS APRINAWATI, M.Pd
Disusun
Oleh :
RIZKA NURHASANAH 1586206029
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PAHLAWAN
TUANKU TAMBUSAI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Kemudian shalawat besertakan salam kita sampaikan buat junjungan alam kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kebodohan kealam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti apa yang telah kita rasakan pada saat sekarang
ini, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang bertemakan “Tujuan,
batas dan kemungkinan pendidikan”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di STKIP Tuanku
Tambusai.
Dalam
penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi. Mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu dengan
hati terbuka penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak dengan harapan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kapada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Bangkinang, September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.....................................................................
2
C.
Tujuan Penulisan.......................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tujuan Pendidikan.....................................................................
4
B.
Batas-batas Pendidikan.............................................................
8
C.
Keharusan dan
Kemungkinan Pendidikan................................
13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................
20
B.
Saran..........................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seseorang disekolahkan oleh orang tuanya
tentu agar menjadi seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Itu adalah tujuan
diadakannya pendidikan di negara indonesia, yaitu Taqwa, Cerdas dan Terampil.
Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan. Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan, kecerdasandanketerampilannya. Akan tetapi faktanya sekarang antara orang yang bersekolah dengan orang yang tidak bersekolah memiliki akhlak yang sama, dengan demikian bisa dikatakan proses pendidikan di sekeloh-sekolah sekarang gagal. karena tidak bisa memberi pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik. Hal tersebut timbul dikarenakan tujuan pendidikan itu sendiri yang simpang siur, tidak sedikit sekolah-sekolahan yang tidak mengerti akan tujuan dari pendidikan. Maka dari itu penyusun berusaha untuk mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang sebenarnya dalam bentuk makalah yang diberi judul "TUJUAN DAN BATAS-BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN".
Dengan tujuan ini sudah seharusnyanya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan harus berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan. Perbedaan itu tentu harus terlihat dari ketaqwaan, kecerdasandanketerampilannya. Akan tetapi faktanya sekarang antara orang yang bersekolah dengan orang yang tidak bersekolah memiliki akhlak yang sama, dengan demikian bisa dikatakan proses pendidikan di sekeloh-sekolah sekarang gagal. karena tidak bisa memberi pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik. Hal tersebut timbul dikarenakan tujuan pendidikan itu sendiri yang simpang siur, tidak sedikit sekolah-sekolahan yang tidak mengerti akan tujuan dari pendidikan. Maka dari itu penyusun berusaha untuk mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang sebenarnya dalam bentuk makalah yang diberi judul "TUJUAN DAN BATAS-BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN".
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa
saja tujuan dari pendidikan?
2. Bagaimana
batas-batas pendidikan?
3. Bagaimana keharusan dan kemungkinan
pendidikan?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Tujuan Pendidikan
2. Untuk
Mengetahui Batas-batas pendidikan
3. Untuk mengetahui keharusan dan
kemungkinan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia. Karena dibelahan bumi manapun yang terdapat
adanya kehidupan pasti akan terjadi proses pendidikan, sehingga pendidikan itu
sendiri tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita.
Pendidikan itu memang begitu penting akan
tetapi kita juga harus mengetahui tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri.
Adapun
pengertian pendidikan yang sudah kita ketahui adalah usaha membimbing anak yang
belum dewasa menjadi dewasa. Selain kita harus mengetahui arti pendidikan itu
sendiri kita harus mengetahui tujuan, batasan dan kemungkinan yang terjadi
dalam proses pendidikan.
Tujuan pendidikan ini akan berkaitan dengan
pandangan hidup dan nilai-nilai yang ada di masyarkat. Secara umum, tujuan
pendidikan sama dengan arti pendidikan itu sendiri yaitu menjadikan manusia
menjadi dewasa, namun istilah dewasa disini tentu akan beda antara satu orang
dengan orang lainnya. Misalnya dewasa menurut pendidikan di Indonesia ialah
berkaitan dengan sejauh mana orang itu bisa menghayati nilai-nilai
pancasila.namun tetap saja akan ada orang yang berfikir bahwa dewasa disini
adalah dimana kita bisa memandang segala sesuatu dengan cara berfikir kritis.
Berfikir kritis disini ialah sejauh mana seseorang mampu mengekspresikan
dirinya dan mampu menerapkan pengalaman hidupnya dimasa lalu untuk mendapatkan
masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena
pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan keadaan tidak berdaya karena ia
membutuhkan
3
4
bantuan
orang lain belum bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. (Saduloh,
2010;72)
tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak bisa langsung melakukan
semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia tidak langsung dewasa
dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan sehingga manusia itu perlu
dibimbing. Manusia juga tidak akan memiliki rasa tanggung jawab untuk
menanggung segala konsekuensi dan perbuatannya tanpa mengalami proses
pendidikan yang terbentuk dari suatu kebiasaan.
B. Tujuan Pendidikan
Manusia adalah
makhluk yang terus berkembang, baik secara jasmani maupun rohani. Perkembangan
ini bukan sekedar proses alamiah, namun membutuhkan bimbingan dalam bentuk
sebuah pendidikan.
Menurut Langeveld pendidikan merupakan proses
pendewasaan seseorang, baik pada jasmani maupun rohani (mental, moral, sosial,
dan emosional). Hal ini berarti bahwa pendidikan harus ada dalam setiap proses
kehidupan. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam
bentuk peningkatan dan pengembangan pengetahuan, kepribadian, maupun
keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan
masih berjalan terus.
Tujuan merupakan
faktor utama yang hendak ditinjau. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa
tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah
mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku
sesuai dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan
pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan
pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan
tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan
pendidikan dalam arti
5
luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
Berdasarkan ruang
lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan
bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:
1)
Tujuan
Umum
Tujuan umum adalah
tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan
adalah kedewasaan, maka semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan
agar tujuan umum pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning,
tujuan akhir pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga
dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil
yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial,
estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk
merapikan crayon dan meja lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak
telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan
membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.
2)
Tujuan
Khusus
Tujuan khusus merupakan
pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan adalah
kedewasaan.Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak faktor yang
membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan
mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan
kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a. Cita-cita pembangunan suatu masyarakat/bangsa.
b. Tugas suatu badan atau lembaga pendidikan.
6
c. Bakat dan kemampuan anak didik.
d. Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik.
e. Tingkat pendidikan, dan sebagainya.
(Umar Tirtaraharja,
dkk,2005:38-39)
3)
Tujuan
Insidental/sewaktu
Tujuan ini disebut
tujuan seketika/insidental karena tujuan ini timbul secara kebetulan, secara
mendadak dan hanya bersifat sesaat. Tujuan seketika ini meskipun hanya sesaat,
namun ikut andil dalam pencapaian tujuan selanjutnya. Melalui tujuan-tujuan
insidental seperti ini, akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung yang
erat hubungannya dengan kehidupan dimasa yang akan datang.
4)
Tujuan
Sementara
Tujuan sementara
ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum
(merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain,
tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap
fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia
harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan
terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.
5)
Tujuan
Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap
adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan
ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk
aspek-aspek kepribadian manusia, seperti misalnya aspek-aspek pendidikan yaitu
kecerdasan, moral, sosial, keagamaan, estetika, dan sebagainya.
7
6)
Tujuan
Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini
merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya
saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika
dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga
itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.
Keenam tujuan
tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu macam saja,
yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk
pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan
kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk
individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara
harmonis.
Hierarki tujuan
pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
a) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD
1945)
b) Tujuan Pendidikan Nasional (dalam Sistem Pendidikan
Nasional),
c) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat
pendidikan/sekolah),
d) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata
pelajaran atau kuliah)
e) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu
tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan demikian
tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam
pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber
dari falsafah hidup yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
8
Manfaat
tujuan dalam pendidikan adalah:
a)
Sebagai
Arah Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah
menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi
berikutnya.
b)
Tujuan
sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja
ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha
itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir
jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c)
Tujuan
sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik
akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa
dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha.
d)
Memberi
nilai pada usaha yang dilakukan
C. Batas-Batas Pendidikan
Dalam pelaksanaan
sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat
diartikan sebagai ketidak mampuan atau ketidak berdayaan pendidikan dalam
melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pendidik
Pendidik adalah orang
dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk mencapai
kedewasaanya.Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru. Keduanya
memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian kedewasaan
anak. Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang
tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk
9
bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada di
sekolah, orang tua memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap
anak. Untuk itulah guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan
melaksanakan pendidikan bagi anak, di sekolah.
2)
Aspek pribadi anak didik
Anak didik adalah
sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang tidak
tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang
menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai
sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah
pendidikan.Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada
seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan.Anak didik
harus diakui keberadaannya.Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti
keinginan kita. Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita
dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian
proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan.
3)
Alat pendidikan
Alat pendidikan
merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan.Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak
secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah
setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah
menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan
membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena
merupakan bagian dari keimanan, maka
10
memberikan nasehat merupakan alat pendidikan, dan
kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan.
Alat
pendidikan menurut langeveld dipilih atas empat aspek :
a. Berhubung dengan tujuan pendidikan
b. Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut
c. Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat itu
ditunjukkan, berhubungan dengan jenis bahan objek, yang hendak diolah untuk
mencapai tujuan.
d. Berhubungan
dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.
Selanjutnya langeveld (1980) pengelompokan lima jenis
alat pendidikan yaitu :
a.
Perlindungan
Perlindungan merupakan aspek pertama dalam
melakukan pendidikan. Sebagai pendidik tentu saja kita harusa mampu memberikan
perlindungan pada anak didik kita, karna tanpa semua itu anak tidak akan mau
diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan tersebut tidak hanya bersaifat
fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena anak itu paling tidak
bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus memberikan
perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
b. Kesepahaman
Kesepahaman ini terjadi saat guru menjadi
contoh untuk anak didiknya dengan memperhatikan secara tidak langsung, anak
akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi tetap saja kesepahaman ini bisa terjadi
jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama gurunya. Dari sinilah kita bisa
melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil membawa anak untuk mengikuti apa
yang gurunya lakukan,
11
tentu
saja peniruan untuk melakukan kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
c.
Kesamaan
arah dalam pikiran dan perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan ini
ialah berupa tanggung jawab. Misalnya saat sedang bermain seorang guru
hendaknya memberikan kepercayaan pada anak didiknya agar anak didiknya mempunyai
tanggung jawab dalam menyelesaikan semua tugasnya.
d. Perasaan bersatu
Perasaan bersatu ini akan timbul karena
interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang terus menerus.
Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak didik yang selalu bersama-sama
setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran itu akan membentuk kenyamanan
pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu muncul pada diri keduanya.
e. Pendidikan karena
kepentingan diri sendiri
Pedidikan karena kepentingan diri sendiri,
berarti pad saat itu si anak sudah menyadari bahwa dirinya mempunyai
kesadaran bahwa dirinya sudah mampu membentuk karakternya sendiri. Tugas
seorang pendidik disini ialah memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak
didik untuk melaksanakan tugas sesuai keinginan hatinya.
4)
Waktu
pelaksanaan
Pada saat anak usia
dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan pendidikan
melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini masih
bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma
dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang
dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau disebut
juga dengan pendidikan pendahuluan.Perbedaan pendidikan pendahuluan
12
dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi
hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya
bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan wibawa itu ada,
ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar
ikut-ikutan atau meniru orang lain.
5)
Aspek
tujuan
Tujuan pendidikan
adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan.Tujuan pendidikan dibagi
kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro.Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk
menjadikan anak didik menjadi dewasa.Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan
manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya. Anak
dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri
sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan
sosial.
6)
Aspek
lingkungan
Lingkungan tempat
dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan lingkungan
pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam:
a)
Lingkungan
alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam
disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.
b)
Lingkungan
budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa,
seni dan lain-lain.
c)
Lingkungan
sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan
saling membutuhkan satu sama lain, termasuk didalamnya tentang sikap, perilaku,
norma antar setiap individu.
13
d)
Lingkungan
spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat yang ada
disekitar kehidupan dia.
Manakala
faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering terjadi
kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan
minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang
rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak
yang tidak mendukung untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau
psikis anak yang labil, atau back ground anak dari keluarga yang tidak mampu,
broken home, berasal dari masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan,
atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan berada jauh dibawah ukuran
standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya), maka semuanya itu
menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.
D. Keharusan dan kemungkinan
pendidikan
Kemungkinan
dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan
diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui
oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi
untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik, umpamanya :
a)
Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
b)
Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan
14
kebersamaan ini dimungkinkannya
terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya
dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial
adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik
dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan
dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
c)
Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
d)
Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
e)
Psikologi-Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
f)
AgamaIslam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang
15
berarti hidup, akan hancur bersama
dengan datangnya kematian, sedangkan
jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka
mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat
materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh
sebahagian kalangan filosof Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia
dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk
Allah yang lain.
E. Aliran-aliran dalam pendidikan
Aliran-aliran yang biasa digunakan
oleh beberapa ahli pendidikan sebagai pendekatan dalam menilai faktor-faktor
yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan manusia adalah:
1)
Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin
filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya
Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman. Aliran ini
berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor
keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan
dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat
keturunan/pembawaaan manusia. Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini
merupakan usaha yang sia-sia. Karena pand disebut angan pesimis ini, maka
aliran ini dalam dunia pendidikan “Pesimesme
pedagogis”. Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau
ciri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang
tuanya. Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi
yang terdapat pada seseorang yang perkembangannya bisa direalisasikan atau
sering disebut dengan bakat. Pengaruh faktor keturunan terhadap
16
pembentukan manusia sampai saat ini masih menjadi polemik.
Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka mengakui
tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan) manusia
dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat mempengaruhi
sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial. Aliran Nativisme ini beranggapan
bahwa tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi perubahan manusia
karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang dapat
mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.
2)
Aliran Naturalisme
Aliran
ini hampir sama dengan aliran nativisme. Nature artinya alam atau apa yang
dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak
(manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal
manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau
pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang
baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia
menjadi jelek juga. J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak
adalah baik pada saat dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh
karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem
“pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang
menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya.
3)
Aliran Empirisme
Aliran
emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan
atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia,
maka dalam emperisme
17
yang mempengaruhi perkembangan
manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya. Lingkungan menurut
Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis, tempat
tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain
lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan
yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia atau benda
buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal
yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia berinteraksi
dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan
kepadanya. Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran
lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau
mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan
dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia
pendidikan dikenal dengan “optimisme
pedagogis”. Doktrin mendasar
yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah
latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank
tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan
pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan
pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap
tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini,
para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam
keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak
kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya. Nabi Muhammad SAW : bersabda : “Semua anak dilahirkan dalam keadaan
suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi
Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari). Sukar untuk tidak menyakini
bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang
18
sangat besar terhadap proses
pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan perilaku dan moral manusia.
Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak teratur,
kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa
fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga
dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal
dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak
cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang
peduli dengan perkembangan anaknya. Bagi
aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada
kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak
melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku
dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan
anak-anak yang bermoral tidak baik.
4)
Aliran Konvergensi
Munculnya
aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran
ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan
arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang
lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini,
Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938). Dalam menetapkan
faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada
lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor
keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang
sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan
manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai.
19
Demikian pula lingkungan dan
pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia
sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan
sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Karena
dibelahan bumi manapun yang terdapat adanya kehidupan pasti akan terjadi proses
pendidikan, sehingga pendidikan itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan
kehidupan kita.
tujuan dari
pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah mencapai
“kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan
kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam
arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan
tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah
bagi seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas
adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
Batas-batas yang
mempengaruhi pendidikan yaitu: pendidik, aspek pribadi anak didik, alat
pendidikan, waktu pelaksanaan, aspek tujuan dan aspek lingkungan.
Kemungkinan dan keharusan pendidikan
adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan diharuskannya pelaksanaan
tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar
disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan
bahkan menjadikannya harus dididik
20
21
B. Saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini
akan dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita mengenai Tujuan, Batas
dan kemungkinan pendidikan. Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa
kendala dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu pasti ada beberapa
kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFRTAR PUSTAKA
Jasiah,
M.Pd, Pengantar Ilmu Pendidikan, hal. 38
Drs. Uyoh
Sadulloh, M.Pd., dkk., Pedagogik (Ilmu Mendidik), hal. 95
http://hananunayhafifah.
blogspot. com/2012/03/tujuan-batasan-dan-kemungkinan pendidikan. Html
Sadulloh, Uyoh,. (2010). Pedagogik (Ilmu
Mendidik). Bandung: Alfabeta. Cet. Pertama
Drs.
H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, hal. 20
0 komentar:
Posting Komentar